1 Des 2016



Pertanian Organik dan Sistem Jaminan Partisipatif 
Pemasaran dan Dukungan untuk Petani Kecil Organik

Pertanian organik adalah sistem produksi yang menopang kesehatan tanah, ekosistem dan orang-orang. Hal ini bergantung pada proses ekologi, keanekaragaman hayati dan siklus yang disesuaikan dengan kondisi lokal, daripada penggunaan input dengan efek samping. Pertanian organik menggabungkan tradisi, inovasi dan ilmu pengetahuan untuk manfaat lingkungan bersama dan mempromosikan hubungan yang adil dan mutu kehidupan yang baik untuk semua yang terlibat.

Setiap sistem pertanian berdasarkan Prinsip Pertanian Organik dapat dianggap sebagai "Pertanian Organik".

Bagian dari pihak ketiga, sertifikasi ISO adalah metode lain dari jaminan mutu organik untuk pasar termasuk yang diakui secara internasional Sistem Jaminan Partisipatif (SJP) yang melayani ribuan petani dan konsumen di seluruh dunia.

Lebih dari Sistem Sertifikasi

Sistem Jaminan Partisipatif (SJP) didasarkan pada standar yang diakui dan tersedia untuk umum untuk praktek organik. Seringkali mereka didasarkan pada Standar Dasar IFOAM dan termasuk referensi untuk norma-norma keadilan sosial. Untuk memverifikasi bahwa petani secara konsisten mempertahankan standar, proses sistematis berada di tempat. Dukungan Sistem Jaminan Partisipatif dan mendorong kelompok produsen untuk bekerja sama dan meningkatkan praktek pertanian mereka melalui berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Transparansi dan horizontalitas

Sistem Jaminan Partisipatif memiliki transparansi, proses pengambilan keputusan yang sistematis dan bertujuan untuk berbagi tanggung jawab untuk jaminan organik. Sistem jaminan dibuat oleh petani dan konsumen yang dilayaninya, mendorong dan kadang-kadang memerlukan partisipasi langsung dari petani dan konsumen. Kepercayaan diciptakan melalui tinjauan informasi dan rekan yang terbuka.

Regional yang tepat

Sistem Jaminan Partisipatif spesifik untuk masing-masing komunitas, wilayah geografis, lingkungan budaya, dan pasar. Mereka melibatkan administrasi yang berkurang dan biaya yang lebih rendah dari ekspor yang difokuskan sertifikasi pihak ketiga.

Mendukung Ekonomi Lokal

Sistem Jaminan Partisipatif dapat dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi dan ekologi lokal dengan mendorong produksi skala kecil dan pengolahan produk. Di pasar lokal mereka membantu produk petani kecil diakui sebagai organik. Jaringan antara konsumen dan petani ditingkatkan dan dorongan bagi petani untuk memperluas basis produksi mereka diperkuat.

Sertifikasi Pihak ketiga mungkin tidak sesuai untuk semua Keadaan
  • Produksi organik yang hanya bergantung pada pasar ekspor rentan terhadap perubahan eksternal di pasar global dan dihadapkan dengan peningkatan daya saing.
  • Di negara-negara berkembang potensi pasar organik domestik biasanya cukup besar. Sistem Jaminan Partisipatif menyediakan mekanisme bagi petani kecil yang menghasilkan volume yang relatif rendah dari tanaman yang berbeda untuk menjual hasil mereka sebagai yang dibuktikan organik.
  • Sertifikasi organik pihak ketiga yang dipergunakan terutama untuk ekspor dapat dianggap 'berlebihan' untuk tujuan pemasaran langsung kepada konsumen, pasar lokal dan terlalu banyak beban biaya bagi petani skala kecil.
Apa yang dapat lakukan Pembuat Kebijakan dan LSM Daerah untuk Mendukung Inisiatif SJP:
  • Memfasilitasi pengembangan pasar lokal untuk bahan makanan organik yang dihasilkan, membangun Sistem Jaminan Partisipatif sebagai metode yang kredibel dan terjangkau untuk jaminan kualitas organik
  • Mengurangi beban dokumen birokrasi dan proses administrasi di kelompok konsumen-petani mulai pasar lokal berdasarkan Sistem Jaminan Partisipatif.
  • Mendorong produksi ysng beragam dengan menghindari fokus yang kuat pada monokultur tanaman yang laku di pasar, membina dan menjaga keanekaragaman hayati lokal.
  • Mendukung pendekatan tinjauan sejawat antara petani, dengan menyelenggarakan sendiri dalam Sistem Jaminan Partisipatif, untuk mencapai ketahanan pangan dan kedaulatan pangan, serta harga yang adil.
  • Mendorong kesadaran masyarakat pertanian lokal dan memfasilitasi akses ke pasar perkotaan bagi petani lokal/regional.
  • Merevitalisasi masuknya norma keadilan sosial dan praktek sebagai bagian penting dari sistem produksi organik.
  • Mengizinkan fleksibilitas dalam undang-undang untuk penggunaan kata "organik" di bawah sistem yang dapat diverifikasi.

7 Jun 2016

PERTANIAN KONVENSIONAL VERSUS PERTANIAN ORGANIK



Kritik terhadap Revolusi Hijau



Keberhasilan revolusi hijau dalam menghasilkan pangan bagi dunia ternyata disisi lain menghasilkan akibat samping yang sangat besar dan kompleks. Revolusi hijau membawa dampak lingkungan dan sosial secara luas. Kritik terhadap revolusi hijau adalah terlalu tergantung pada input yang tinggi, khususnya pupuk kimia dan bahan kimia pertanian (pestisida, insektisida, herbisida kimia). Inovasi bibit unggul banyak menghilangkan plasma nuftah lokal. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa di Indonesia pada mulanya terdapat 8000 jenis bibit lokal yang kemudian beralih ke korporasi bibit transnasional dan semua sudah diboyong ke Philipina. Saat sekarang tinggal kurang lebih 25 jenis yang masih ditanam penduduk di pedalaman. (Baiquni, M dan Susilawardani, 2002). Menurut Shiva (dalam Notohadiprawiro, T, 1995), revolusi hijau tidak didasarkan atas kemandirian tetapi ketergantungan, tidak berdasarkan keanekaragaman tetapi keseragaman. Kehilangan plasma nuftah yang sedemikian besarnya merupakan suatu kerugian yang tidak ternilai harganya.



Revolusi hijau padi, misalnya, terutama ditumpu oleh varietas yang berdaya hasil tinggi, air irigasi, pupuk kimia, pengendalian hama dan penyakit secara kimia. Lingkungan beririgasi yang bergandengan dengan pemupukan nitrogen berat dan penanaman secara monokultur berlanjut dengan varietas padi yang sama atau yang secara genetik sekeluarga telah menimbulkan epidemik hama dan penyakit. Irigasi yang intensif mengubah sifat-sifat tanah yang menurunkan produktivitasnya. Pemupukan yang lebih mementingkan N untuk cepat memacu produksi daripada unsur lain atau pupuk organik menimbulkan ketimpangan dalam neraca hara tanah. Penggunaan pupuk, khususnya N menjadi tidak efisien. Penggunaan pupuk kimia semakin mengeraskan tanah dan membunuh bahan organisma tanah. Von Uexkull (dalam dalam Notohadiprawiro, T, 1995) mengakui bahwa penggunaan pupuk secara keliru dapat merusak lingkungan. Penggunaan nitrogen secara berlebihan dapat ikut mencemarkan air tanah. Penggunaan nitrogen yang timpang mempercepat pengurasan unsur hara lain dalam tanah dan menyebabkan pemasaman tanah. Penggunaan nitrogen berlebihan dan penggunaan fosfat secara keliru dapat menimbulkan eutrofikasi badan-badan air.



Pestisida kimia banyak membunuh predator alami dan bahkan manusia sendiri. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 3 juta orang teracuni pestisida. Kira-kira 200 ribu orang kemudian meninggal dunia. Bahan kimia sintetis tersebut juga diyakini menjadi faktor utama yang mengakibatkan berkembangnya penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paru-paru dan sebagainya (Saragih, 2003). Kondisi tersebut diperparah oleh penggunaan pestisida secara kurang hati-hati. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai pangan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya (Sa’id,1994, dalam Sofia, 2001). Penelitian Sutarni, dkk, 1996, menemukan ada korelasi positif yang bermakna antara lamanya kontak dengan pestisida dan beratnya polineuropati pada petugas pemberantas hama. Polineuropati adalah suatu penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktur saraf tepi.



Penelitian Mariyono, 2006, mendapatkan hasil bahwa peningkatan produksi padi selama periode 1970–1989 tidak disebabkan oleh peningkatan penggunaan pestisida kimia, tetapi disebabkan oleh perluasan lahan, peningkatan penggunaan pupuk nitrogen dan kemajuan teknologi. Perusahaan-perusahaan pembuat pestisida sering kali berbicara tentang “Penggunaan Pestisida yang Aman” atau mengiklankan “Pestisida Ramah Lingkungan” Kedua pernyataan ini sama-sama salah. Pestisida adalah racun yang tidak akan pernah dapat dipergunakan dengan aman. Pestisida membunuh makhluk hidup dan tetap mencemari tanah dan air, pestisida tidak akan pernah bisa ramah pada lingkungan. Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis. Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Yayasan Duta Awam, 1999)



Ternak dan kompos organis mulai ditinggalkan petani. Lebih mengerikan lagi, liberalisasi inovasi bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida kimia, dan peralatan pertanian telah direbut perusahaan trans–nasional (TNCs) dari pemerintah. Ketika TNCs melakukannya, maka ideologi yang dipakai adalah akumulasi laba semaksimal mungkin tanpa mempedulikan etika moral, kaidah lingkungan, dan tatanan sosial ekonomi komunitas. Hal ini mengakibatkan petani mengalami ketergantungan yang hebat terhadap produk TNCs. Petani diperas secara ekonomi untuk menjalankan usaha pertaniannya.



Kehadiran perusahaan multinasional Monsanto di Indonesia dengan penyebaran benih hasil rekayasa genetika terutama ditunjang oleh cara berpikir dan pola pendekatan ekonomi. Argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa benih hasil rekayasa genetika meningkatkan produktivitas dan penghasilan petani berkali-kali lipat. Dipihak lain dampak lingkungan dan kesehatan yang dihasilkan oleh benih tersebut diabaikan. Kenyataan yang ada petani menjadi lebih tergantung pada perusahaan multinasional tersebut yang pada akhirnya hanya menguntungkan perusahaan multinasional (Keraf, 2002). Selanjutnya secara lebih khusus, Oetomo (dalam Winangun, 2005) mengibaratkan lingkungan sebagai pohon (induk atau inangnya), sedangkan sistem ekonomi kapitalis adalah parasit ganas. Termasuk parasit ganas adalah budidaya pertanian yang tidak bertanggung jawab, seperti revolusi hijau yang sarat agrokimia. Akhirnya, terciptalah usaha tani input (masukan) yang tinggi sekaligus energi tinggi. Cemaran akan makin meresap ke dalam tanah, ke dalam tanaman dan ke dalam hasil bumi yang akan dimakan manusia. Revolusi hijau dengan padi ajaibnya menghasilkan yang lebih ajaib lagi yaitu hilangnya padi asli (lokal) kaum tani. Bumi dan kaum tani sendiri dibunuhnya, sehingga tidak ada lagi kaum muda desa yang mau menjadi petani.



Dari uraian dan beberapa hasil penelitian di atas, penggunaan bibit unggul, pupuk dan bahan kimia pertanian, sebagai unsur utama dari revolusi hijau ternyata tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan para pelaku dan konsumen produk pertanian. Selain dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan, revolusi hijau juga semakin meminggirkan para petani. Menurut Prince, 2004, selama bertahun-tahun, secara perlahan-lahan, kearifan berbudidaya telah direbut dari tangan petani. Secara sistemik, proyek kolonialisasi besar-besaran, yakni Revolusi Hijau, program intensifikasi dan modernisasi dalam corak produksi pertanian, memusnahkan kemandirian petani Indonesia. Atas nama pertumbuhan produksi, ketahanan pangan dan swasembada beras, petani dipaksakan untuk memakai benih hibrida, dan pupuk kimia, pestisida dan herbisida buatan pabrik. Pengetahuan lokal atas cara-cara memproduksi pupuk sendiri dari bahan asli setempatnya; mengendalikan hama secara alami, yakni dengan memelihara keseimbangan antara musuh dan hama; bahkan memuliakan benih sendiri, tersingkirkan. Secara sengaja, kearifan ini dihancurkan oleh teknologi revolusi hijau. Sudah lama petani hanya menjadi ‘buruh tani’ di lahannya sendiri.



Revolusi hijau menurut Saragih, 2003, mengakibatkan rusaknya kebudayaan manusia yang mengagungkan nilai-nilai kehidupan yang harmoni. Hubungan manusia dengan alam maupun dengan sesama manusia lebih berkembang ke arah eksploitatif yang kemudian keguncangan-keguncangan yang mengancam keberlanjutan kehidupan itu sendiri. Menurut Keraf, 2002, hal ini terjadi, karena dalam berhubungan dengan alam selalu mengedepankan agenda ekonomi, dengan tidak memperhatikan (mempedulikan) dampak terhadap lingkungan hidup dan masyarakat miskin.



Dampak negatif revolusi hijau secara tegas diungkapkan dalam Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan dan Pertanian). Penjelasan atas Undang-Undang tersebut menyebutkan ”Intensifikasi pertanian dengan pengembangan irigasi dan penggunaan sarana dan prasarana produksi pertanian serta ekstensifikasi lahan pertanian secara besar-besaran yang dikenal dengan Revolusi Hijau telah mampu meningkatkan produktivitas secara nyata, namun demikian, kecerobohan di tingkat operasional Revolusi Hijau ini menimbulkan berbagai dampak negatif, baik pakta lingkungan, keanekaragaman hayati pertanian maupun sosial ekonomi masyarakat.”



Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan dan memperoleh produk pangan yang sehat serta semakin gencarnya berbagai upaya penyadaran akan hak-hak petani, revolusi hijau yang dinilai sudah banyak berjasa menyediakan pangan khususnya untuk negara-negara berkembang di pandang sebagai sistem pertanian yang tidak berkelanjutan. Selanjutnya pertanian organik atau pertanian lestari dinilai lebih berwawasan lingkungan, menghasilkan produk pangan yang lebih aman, sehat, dan memberikan rasa yang lebih nikmat serta memandirikan para petani.



Pertanian Organik



Pengertian Pertanian Organik



Istilah produk organik bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat, mulai dari makanan organik, sayur organik, beras organik, buah organik bahkan sampai ayam atau sapi organik. Di pasar dan supermarket kita bisa mendapatkan hasil–hasil pertanian dengan label organik. Hal ini dapat menggambarkan bahwa hasil-hasil pertanian organik sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Meskipun dalam banyak hal untuk memperoleh produk organik orang harus membayar lebih mahal tidak menjadikan hambatan bagi segmentasi konsumen tertentu untuk mengkonsumsi produk organik.



Pertanian organik dibanyak tempat dikenal dengan istilah yang berbeda-beda. Ada yang menyebut sebagai pertanian lestari, pertanian ramah lingkungan, sistem pertanian berkelanjutan dan pertanian organik itu sendiri. Penggunaan istilah usaha tani organik atau “Organik Farming “ pertama kali oleh Northbourne pada tahun 1940 dalam bukunya yang berjudul “Look to the Land ”. Northbourne menggunakan istilah tersebut tidak hanya berhubungan dengan penggunaan bahan organik untuk kesuburan lahan, tetapi juga kepada konsep merancang dan mengelola sistem pertanian sebagai suatu sistem yang utuh atau organik, mengintegrasikan lahan, tanaman, panenan, binatang dan masyarakat. (Scofield, 1986, dalam Lotter, DW, 2003).



Sutanto, 2002, mendefinisikan pertanian organik sebagai suatu sistem produksi pertanian yang berasaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Secara lebih luas, Sutanto, 2002, menguraikan bahwa menurut para pakar pertanian Barat sistem pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants) dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.



Pertanian organik menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, bermutu dan berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversity, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.



Prinsip Pertanian Organik



Pengantar



IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements), 2014, menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global.



Prinsip-prinsip ini adalah akar dari mana pertanian organik tumbuh dan berkembang. Mereka mengungkapkan kontribusi bahwa pertanian organik dapat membuat dunia, dan visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian dalam konteks global.



Pertanian merupakan salah satu kegiatan yang paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai sejarah, budaya dan masyarakat yang tertanam di bidang pertanian. Prinsip yang berlaku untuk pertanian dalam arti luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan serta produk lainnya. Mereka menyangkut cara orang berinteraksi dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan membentuk warisan generasi mendatang.



Prinsip-prinsip Pertanian Organik berfungsi untuk menginspirasi gerakan organik dengan segala keberagamannya. Mereka memandu perkembangan IFOAM dari posisi, program dan standar. Selain itu, prinsip disajikan dengan visi untuk diadopsi di seluruh dunia.



Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya. Prinsip–prinsip tersebut adalah:


  • Prinsip kesehatan
  • Prinsip ekologi
  • Prinsip keadilan
  • Prinsip perawatan


Setiap prinsip diartikulasikan melalui pernyataan diikuti dengan penjelasan. Prinsip-prinsip ini harus dipergunakan secara keseluruhan. Mereka terdiri dari prinsip sebagai etika untuk mengilhami tindakan.



Prinsip kesehatan



Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu dan tak terpisahkan.



Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem - tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia.



Kesehatan adalah keutuhan dan integritas sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi pemeliharaan fisik, mental, sosial dan ekologi, kesejahteraan. Imunitas, ketahanan dan regenerasi adalah karakteristik kunci dari kesehatan.



Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi, atau konsumsi, adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan yang tinggi bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan preventif dan kesejahteraan. Dalam pandangan ini harus menghindari penggunaan pupuk, pestisida, obat hewan dan bahan aditif pangan yang mungkin memiliki efek yang dapat merugikan kesehatan.



Prinsip ekologi



Pertanian organik harus didasarkan pada kehidupan sistem ekologi dan siklus, bekerja dengan mereka, meniru mereka dan membantu mempertahankan mereka.



Ini akar prinsip pertanian organik dalam kehidupan sistem ekologi. Ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan yang dicapai melalui ekologi lingkungan produksi tertentu. Sebagai contoh, dalam kasus tanaman adalah tanah yang hidup; hewan itu adalah ekosistem pertanian; untuk ikan dan organisme kelautan, lingkungan air.



Pertanian organik, peternakan dan pemanenan produk liar harus sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik lokasi. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi setempat, ekologi, budaya dan skala. Input harus dikurangi dengan penggunaan kembali, daur ulang dan pengelolaan yang efisien bahan dan energi dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu lingkungan dan melestarikan sumber daya.



Pertanian organik harus mencapai keseimbangan ekologi melalui desain sistem pertanian, pembentukan habitat dan pemeliharaan keanekaragaman genetik dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, proses, perdagangan, atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum termasuk lanskap, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air.



Prinsip keadilan



Pertanian organik harus membangun hubungan yang menjamin keadilan terkait dengan lingkungan umum dan peluang kehidupan.



Keadilan ditandai dengan ekuitas, rasa hormat, keadilan dan kepedulian dunia bersama, baik antara orang-orang dan hubungan dengan makhluk hidup lainnya.



Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan manusia dengan cara yang menjamin keadilan di semua tingkatan dan semua pihak-petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan semua orang yang terlibat dengan mutu kehidupan yang baik, dan berkontribusi terhadap kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan kecukupan pasokan pangan yang bermutu baik dan produk lainnya.



Prinsip ini menegaskan bahwa hewan harus disediakan dengan kondisi dan peluang hidup yang sesuai dengan fisiologi, perilaku alami dan kesejahteraan mereka.



Sumber daya alam dan lingkungan yang dipergunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang secara sosial dan ekologis, serta harus diadakan dipercaya untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka serta adil dan memperhitungkan biaya lingkungan dan sosial yang nyata.



Prinsip perawatan



Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.



Pertanian organik adalah kehidupan dan sistem yang dinamis untuk merespon tuntutan dan kondisi internal dan eksternal. Praktisi pertanian organik dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, namun hal tersebut tidak berada pada risiko yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan. Akibatnya, teknologi baru perlu dikaji dan metode yang ada ditinjau. Mengingat kurangnya pemahaman ekosistem dan pertanian, perawatan harus dilakukan.



Prinsip ini menyatakan bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal yang mendasar dalam pengelolaan, pengembangan dan teknologi pilihan dalam pertanian organik. Ilmu ini diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik yang sehat, aman dan ramah lingkungan. Namun, pengetahuan ilmiah saja tidak cukup. Pengalaman praktis, akumulasi kearifan dan pengetahuan tradisional serta adat menawarkan solusi yang valid, diuji oleh waktu. Pertanian organik harus mencegah risiko yang signifikan dengan mengadopsi teknologi tepat guna dan menolak yang tak terduga, seperti rekayasa genetika. Keputusan harus mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan semua yang mungkin terpengaruh, melalui proses yang transparan dan partisipatif.



Pentingnya Pengembangan Pertanian Organik



Dari uraian diatas diketahui bahwa revolusi hijau sudah membuktikan mampu menyediakan kebutuhan pangan bagi dunia. Kita tidak dapat memungkiri jasa yang besar tersebut tetapi juga tidak boleh terus–menerus mengandalkan revolusi hijau untuk penyediaan pangan dunia. Revolusi hijau ternyata membawa dampak negatif bagi lingkungan. Pupuk dan obat-obatan kimia yang digunakan telah mematikan tanah dan merusak ekologi. Ada begitu banyak kehidupan di dalam tanah yang mati, yang berguna untuk menyuburkan tanah. Predator hama ikut mati sehingga ketergantungan terhadap pestisida semakin besar. Bahkan obat-obatan tersebut juga berbahaya bagi para pelaku pertanian. Satu hal yang harus dicacat, pertanian semaju apapun sangat tergantung kepada perilaku alam sekitar. Dengan teknologi yang tepat ketergantungan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat dihilangkan. Fakta ini yang menurut Notohadiningrat, 1993, yang membedakan antara pertanian dengan industri lain. Karena tergantung pada lingkungan alam, suatu kemunduran atau kerusakan lingkungan alam karena penggunaan salah akan langsung berbalik berdampak merugikan bagi pertanian.



Produk pertanian yang dihasilkan membawa akibat buruk bagi kesehatan konsumennya. Revolusi hijau semakin menghilangkan kemandirian petani. Dalam memenuhi kebutuhan pertanian, petani harus mengeluarkan begitu banyak sumber kapital (dana). Usaha pertanian yang dikerjakan belum secara signifikan mensejahterakan petani sehingga minat generasi muda untuk menekuni bidang pertanian terus turun dari waktu ke waktu. Revolusi hijau tidak ramah lingkungan dan sosial karena dikembangkan dalam sistem kapitalisme.



Pertanian organik dinilai sebagai sistem pertanian yang mampu menyediakan ketersediaan pangan secara berkelanjutan karena ramah lingkungan. Pertanian organik tidak identik dengan pertanian tradisional. Dalam menjalankan pertanian organik, petani dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Para petani sudah kehilangan beberapa kearifan lokal sebagai ilmu pengetahuan yang penting karena sudah sekian lama dikondisikan melakukan pertanian konvensional. Pengetahuan lokal tentang mengelola dan memproduksi pupuk tidak lagi dikuasai para petani. Sumber daya lokal berupa material yang tersedia melimpah sebagai bahan pupuk organik tidak lagi dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Para petani tidak lagi membenihkan sendiri bibit padi yang akan mereka tanam. Memelihara keseimbangan antara musuh alami dan hama tidak lagi merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan.



Masyarakat petani Jawa mengenal ceritera mengenai Dewi Sri, yang dikenal sebagai Dewi Kesuburan yang dalam ceritera pewayangan dikenal dengan lakon Sri Mulih atau Sri Boyong. Dalam keseharian Dewi Sri berwujud sebagai ular sawah, yang dihormati dan dicintai para petani. Ular sawah itu menolong petani dalam menyuburkan dan menjaga sawahnya dari hama tikus yang sangat merugikan. Pertanian Organik sesuai dengan jiwa petani yang pada dasarnya mempunyai kecintaan dan perhatian yang tinggi terhadap lingkungan. Harta yang paling berharga bagi seorang petani adalah tanah yang subur dan sehat di mana terdapat populasi mikroba yang sesuai untuk terjadinya siklus nutrien.



Dengan demikian sudah saatnya dikembangkan strategi pertanian yang baru. Strategi pertanian yang mampu memberikan perlindungan kepada lingkungan dan kehidupan masa depan manusia. Strategi baru tersebut bukan sekedar dalam aspek teknik dan metode bertani, melainkan juga cara pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup. Strategi pertanian yang mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum alam. Alam dipandang secara menyeluruh, dimana komponennya saling tergantung dan menghidupi, dimana manusia juga adalah bagian di dalamnya.



Pertanian organik dinilai sebagai strategi pertanian yang mampu menjawab tantangan di atas. Strategi pertanian yang mampu menyediakan ketersediaan pangan secara berkelanjutan karena ramah lingkungan dan berkeadilan sosial. Untuk itu kesadaran masyarakat secara umum akan pentingnya mengkonsumsi produk–produk organik perlu ditingkatkan melalui berbagai cara. Demikian pula halnya dengan para pelaku dunia usaha pertanian untuk dapat melakukan kegiatan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Selanjutnya produk pertanian organik pantas dihargai lebih tinggi bukan karena para petani sudah menghasilkan bahan pangan melainkan lebih sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para petani yang telah menjaga kelestarian lingkungan.



Sumber:

  1. Northbourne pada tahun 1940 dalam bukunya yang berjudul “Look to the Land
  2. Notohadiningrat, Tejoyuwono, 1995, Revolusi Hijau dan Konservasi Tanah, Materi Kursus Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi DIY, Repro : Ilmu Tanah Universitas Gadjahmada 2006.
  3. Sutarni, Sri, dkk, 1996, Pemaparan Pestisida dan Polineuropati Pada Petani Di Kalurahan Tlogohadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Jurnal Manusia dan Lingkungan, Nomor 10, Th. IV, hal 21-30, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
  4. Yayasan Duta Awam, 1999, Yang Diuntungkan dari Bisnis Racun : Pestisida, www.panap.net
  5. Sofia, Diana, 2001, Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian, http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-diana
  6. Keraf, A.S, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Kompas, Jakarta
  7. Baiquni, M dan Susilawardani, 2002, Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan, Transmedia Global Wacana, Yogyakarta
  8. Saragih, Sebastian, 2003, Kemerdekaan Petani dan Keberlanjutan Kehidupan, STPN HPS Yogyakarta,
  9. Lotter, DW, 2003, Organic Agriculture, Jurnal Sustain Agriculture, Volume 21 No. 4, 2003,
  10. Prince, Jess, 2004, Skripsi, Kearifan hidup, kedaulatan petani, dan pertanian organik: menanamkan benih-benih transformasi social, www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/jessprince.doc
  11. Oetomo, G, Kekuatan dan Kelemahan Dunia Pertanian dalam Konteks Tata Ekonomi Global, Kerusakan Lingkungan Hidup, dan Tata Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lestari, Penyunting Winangun, Wartoyo, 2005, Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
  12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan dan Pertanian).
  13. Mariyono, Joko, 2006, Agro-Chemical Inputs Use In Indonesia During 1970–1989: Is Its Contribution On Rice Production Significant ? (Penggunaan Input Kimia Pertanian di Indonesia Periode 1970–1989: Singnifikankah Sumbangannya Pada Produksi Beras ?)
  14. The IFOAM NORMS for Organic Production and Processing Version 2014