20 Nov 2015



FAO: Pertanian Organik Pecahkan Masalah Kelaparan dan Perubahan Iklim

Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam siaran persnya mengatakan bahwa pertanian organik dapat mengurangi kelaparan, memecahkan masalah perubahan iklim, baik untuk petani, konsumen dan lingkungan. Seperti Laporan Lembaga Ketahanan Pangan dan Pertanian Organik (Organic Agriculture and Food Security) menyebutkan bahwa pertanian organik dapat menghadapi tantangan keamanan pangan lokal dan global. Pertanian organik tidak membutuhkan waktu yang lama untuk masuk ke pasar negara maju, bahkan telah menjadi sistem pertanian komersial yang besar pada 120 negara, yang meliputi 31 juta hektar lahan yang dibudidayakan plus 62 juta hektar area alami yang bersertifikat. Pasar organik bernilai 40 milyar dollar AS dan diperkirakan mencapai 70 milyar dollar AS pada 2012.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (United Nations Food and Agricultural Organisation, FAO) mendefinisikan pertanian organik sebagai: “Keseluruhan sistem managemen produksi yang menghindari penggunaan pupuk, pestisida sintetis dan organisme rekayasa genetik (GMO atau transgenik), meminimalkan polusi udara, tanah, dan air serta mengutamakan kesehatan dan produktivitas tanaman, binatang dan manusia”.
Manfaat besar pertanian organik adalah berkurangnya ketergantungan pada energi fosil, sumber daya lokal yang meminimalkan tekanan pada agro-ekologi dan biaya yang efektif. Digambarkan bahwa pertanian organik sebagai “neo-traditional food system” yang mengkombinasikan ilmu pengetahuan modern dan tradisional.
Para peneliti pun merekomendasikan untuk beralih ke pertanian organik khususnya bagi negara berkembang. Dalam siaran pers ini disebutkan bahwa hasil penelitian tim yang dipimpin Catherine Badgley dari Universitas Michigan pada pertanian di negara berkembang dan maju menunjukkan bahwa konversi pertanian global ke pertanian organik dapat menghasilkan suplai 2.640 sampai 4.380 kcal/hari per orang.
Fakta bahwa intensifikasi pertanian organik dapat meningkatkan produksi hingga 56 persen merupakan berita menggembirakan bagi negara yang kekurangan pangan dan mengalami gizi buruk. Seperti yang selama ini terjadi di negara yang mengembangkan pertanian konvensional, sub-Sahara Afrika, dimana gizi buruk meningkat dua kali lipat, dari 96 juta pada 1970 menjadi 200 juta pada 1996.
Laporan FAO juga menyatakan manfaat pertanian organik seperti keselamatan binatang, perlindungan kehidupan liar, menghindari pestisida dan GMO, serta energi yang lebih sedikit. Hasil studi Departemen Pertanian Amerika Serikat mendukung temuan FAO ini menunjukkan bahwa hasil tanam organik lebih bernilai daripada hasil tanam konvensional di pasar, dan rata-rata petani mendapat nilai bersih 50-60 dollar lebih per acre dengan organik, meski dengan nilai transisi yang tinggi.
Sementara itu ekspansi dan intensifikasi pertanian konvensional tidak hanya berbahaya pada lingkungan, tetapi juga pada sumber penting pertanian. Selama dua dekade lalu, sekitar 15 juta ha hutan tropis telah hilang setiap tahun untuk menyediakan lahan pertanian, dan luar biasa menghilangkan keragaman genetik. Dalam waktu yang sama erosi tanah dan bentuk degradasi lahan lainnya di seluruh dunia bernilai antara 5-7 juta ha pertanian setiap tahun, lebih dari 1,5 juta ha kehilangan kadar air dan garam, dan tambahan 30 juta ha yang rusak.
Di pihak lain pertanian organik memiliki tren yang sebaliknya dan mengurangi karbondioksida, nitroksida dan metana, gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi pada pemanasan global. Pertanian organik dapat melipatgandakan karbon tanah dan mengurangi GRK 48-60 persen. Contohnya, sistem organik telah menurunkan penggunaan energi fosil antara 10-70 persen di Eropa dan 29-37 persen di AS.
Pada pertanian organik, peningkatan bahan organik tanah dan biomassa mikroba merupakan hal yang mendasar untuk mendukung stabilitas agro-ekosistem. Dengan rotasi tanaman, penggunaan benih lokal dan regenerasi fungsi keanekaragaman hayati merupakan kontribusi bagi keseimbangan ekologi.
Selanjutnya masyarakat organik pun menciptakan lingkungan yang sehat bagi penduduk dan menyediakan nutrisi makanan pada restauran, pasar dan toko lokal. Maka dengan produk organik, hendaknya konsumen sudi membayar harga yang lebih untuk biaya pelabelan yang baik dan menerima beberapa harga ekstra pertanian organik.
Permintaan produk organik menguat di negara seperti Brazil yang akan menjadi pengembang tercepat pertanian organik dan India yang menggunakan produk lokal. Tantangan utama pasar internasional adalah mengarahkan produsen bersama menciptakan mata rantai perdagangan yang adil (fair trade), menginformasikan pilihan dan asal-usul yang jelas.
Produksi pangan organik juga bermanfaat bagi petani. Hak petani atas benih dan varietas lokal menguat, adanya tukar-menukar informasi, pendapatan meningkat, produksi meningkat, perlindungan lingkungan dan kesehatan, serta sumber alami terlindungi. Untuk mengintensifkan penyebaran informasi organik, FAO menyatakan pentingnya pengembangan dan penelitian pada berbagai pihak.
 Pada 2003, Badan Standarisasi Makanan Inggris (UK Food Standards Agency atau FSA) menyatakan bahwa membeli organik adalah langkah mengurangi risiko makanan mengandung pestisida. Residu pestisida yang dipergunakan di pertanian konvensional seperti organophosphat diduga penyebab kanker, janin tidak normal, sindrom keletihan kronis, kelumpuhan, alergi, khususnya untuk anak-anak, dan kanker payudara pada wanita. Pemerintah Amerika Serikat (AS) memasukkan residu pestisida sebagai salah satu dari tiga hal utama penyebab kanker.
Studi di Seattle menemukan konsentrasi residu pestisida enam kali lebih tinggi pada anak-anak yang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran konvensional. Sehingga larangan penggunaan bahan sintetis pada pertanian organik dapat mencegah racun pestisida yang menyebabkan kematian 20.000 orang tiap tahun pada praktik pertanian konvensional. (Ahmad Hidayat, PMHP Ahli Madya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar