FAO: Pertanian Organik Pecahkan Masalah
Kelaparan dan Perubahan Iklim
Laporan Organisasi Pangan
dan Pertanian PBB (FAO) dalam siaran persnya mengatakan bahwa pertanian organik
dapat mengurangi kelaparan, memecahkan masalah perubahan iklim, baik untuk
petani, konsumen dan lingkungan. Seperti Laporan Lembaga Ketahanan Pangan dan
Pertanian Organik (Organic Agriculture
and Food Security) menyebutkan bahwa pertanian organik dapat menghadapi
tantangan keamanan pangan lokal dan global. Pertanian organik tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk masuk ke pasar negara maju, bahkan telah menjadi sistem
pertanian komersial yang besar pada 120 negara, yang meliputi 31 juta hektar
lahan yang dibudidayakan plus 62 juta hektar area alami yang bersertifikat.
Pasar organik bernilai 40 milyar dollar AS dan diperkirakan mencapai 70 milyar
dollar AS pada 2012.
Organisasi
Pangan dan Pertanian PBB (United Nations
Food and Agricultural Organisation, FAO) mendefinisikan pertanian organik
sebagai: “Keseluruhan sistem managemen produksi yang menghindari penggunaan
pupuk, pestisida sintetis dan organisme rekayasa genetik (GMO atau transgenik),
meminimalkan polusi udara, tanah, dan air serta mengutamakan kesehatan dan
produktivitas tanaman, binatang dan manusia”.
Manfaat besar pertanian
organik adalah berkurangnya ketergantungan pada energi fosil, sumber daya lokal
yang meminimalkan tekanan pada agro-ekologi dan biaya yang efektif. Digambarkan
bahwa pertanian organik sebagai “neo-traditional food system” yang
mengkombinasikan ilmu pengetahuan modern dan tradisional.
Para peneliti pun
merekomendasikan untuk beralih ke pertanian organik khususnya bagi negara
berkembang. Dalam siaran pers ini disebutkan bahwa hasil penelitian tim yang
dipimpin Catherine Badgley dari Universitas Michigan pada pertanian di negara
berkembang dan maju menunjukkan bahwa konversi pertanian global ke pertanian
organik dapat menghasilkan suplai 2.640 sampai 4.380 kcal/hari per orang.
Fakta bahwa intensifikasi
pertanian organik dapat meningkatkan produksi hingga 56 persen merupakan berita
menggembirakan bagi negara yang kekurangan pangan dan mengalami gizi buruk.
Seperti yang selama ini terjadi di negara yang mengembangkan pertanian
konvensional, sub-Sahara Afrika, dimana gizi buruk meningkat dua kali lipat,
dari 96 juta pada 1970 menjadi 200 juta pada 1996.
Laporan FAO juga menyatakan
manfaat pertanian organik seperti keselamatan binatang, perlindungan kehidupan
liar, menghindari pestisida dan GMO, serta energi yang lebih sedikit. Hasil
studi Departemen Pertanian Amerika Serikat mendukung temuan FAO ini menunjukkan
bahwa hasil tanam organik lebih bernilai daripada hasil tanam konvensional di
pasar, dan rata-rata petani mendapat nilai bersih 50-60 dollar lebih per acre
dengan organik, meski dengan nilai transisi yang tinggi.
Sementara itu ekspansi dan
intensifikasi pertanian konvensional tidak hanya berbahaya pada lingkungan,
tetapi juga pada sumber penting pertanian. Selama dua dekade lalu, sekitar 15
juta ha hutan tropis telah hilang setiap tahun untuk menyediakan lahan
pertanian, dan luar biasa menghilangkan keragaman genetik. Dalam waktu yang
sama erosi tanah dan bentuk degradasi lahan lainnya di seluruh dunia bernilai
antara 5-7 juta ha pertanian setiap tahun, lebih dari 1,5 juta ha kehilangan
kadar air dan garam, dan tambahan 30 juta ha yang rusak.
Di pihak lain pertanian
organik memiliki tren yang sebaliknya dan mengurangi karbondioksida, nitroksida
dan metana, gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi pada pemanasan global.
Pertanian organik dapat melipatgandakan karbon tanah dan mengurangi GRK 48-60
persen. Contohnya, sistem organik telah menurunkan penggunaan energi fosil
antara 10-70 persen di Eropa dan 29-37 persen di AS.
Pada pertanian organik,
peningkatan bahan organik tanah dan biomassa mikroba merupakan hal yang
mendasar untuk mendukung stabilitas agro-ekosistem. Dengan rotasi tanaman,
penggunaan benih lokal dan regenerasi fungsi keanekaragaman hayati merupakan
kontribusi bagi keseimbangan ekologi.
Selanjutnya masyarakat
organik pun menciptakan lingkungan yang sehat bagi penduduk dan menyediakan
nutrisi makanan pada restauran, pasar dan toko lokal. Maka dengan produk
organik, hendaknya konsumen sudi membayar harga yang lebih untuk biaya
pelabelan yang baik dan menerima beberapa harga ekstra pertanian organik.
Permintaan produk organik
menguat di negara seperti Brazil yang akan menjadi pengembang tercepat
pertanian organik dan India yang menggunakan produk lokal. Tantangan utama
pasar internasional adalah mengarahkan produsen bersama menciptakan mata rantai
perdagangan yang adil (fair trade),
menginformasikan pilihan dan asal-usul yang jelas.
Produksi pangan organik juga
bermanfaat bagi petani. Hak petani atas benih dan varietas lokal menguat,
adanya tukar-menukar informasi, pendapatan meningkat, produksi meningkat,
perlindungan lingkungan dan kesehatan, serta sumber alami terlindungi. Untuk
mengintensifkan penyebaran informasi organik, FAO menyatakan pentingnya
pengembangan dan penelitian pada berbagai pihak.
Pada 2003, Badan
Standarisasi Makanan Inggris (UK Food
Standards Agency atau FSA) menyatakan bahwa membeli organik adalah langkah
mengurangi risiko makanan mengandung pestisida. Residu pestisida yang dipergunakan
di pertanian konvensional seperti organophosphat diduga penyebab kanker, janin
tidak normal, sindrom keletihan kronis, kelumpuhan, alergi, khususnya untuk
anak-anak, dan kanker payudara pada wanita. Pemerintah Amerika Serikat (AS)
memasukkan residu pestisida sebagai salah satu dari tiga hal utama penyebab
kanker.
Studi di Seattle menemukan konsentrasi residu
pestisida enam kali lebih tinggi pada anak-anak yang mengkonsumsi buah-buahan
dan sayuran konvensional. Sehingga larangan penggunaan bahan sintetis pada
pertanian organik dapat mencegah racun pestisida yang menyebabkan kematian
20.000 orang tiap tahun pada praktik pertanian konvensional. (Ahmad Hidayat, PMHP Ahli Madya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar